Serangan hama penggerek buah kakao (PBK) hingga saat ini masih menjadi persoalan serius yang dihadapi petani kakao Indonesia. Serangan PBK dapat menurunkan kualitas serta produksi kakao. Indonesia merupakan negara penghasil kakao (Theobroma cacao L) terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki potensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Untuk itu, pemuliaan bahan tanam tahan menjadi sangat penting dalam upaya pengendalian hama PBK agar tidak memengaruhi produksi dan kualitas kakao yang menjadi salah satu pemasok devisa negara.
Agung Wahyu Susilo, S.P., M.P., staf peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, mengatakan kakao yang memiliki karakteristik lapisan kulit buah dengan kepadatan trikoma dan frekuensi granula tannin tinggi merupakan kakao yang tahan terhadap serangan PBK. “Pada klon dengan kepadatan trikoma dan frekuensi granula tinggi yaitu KW 514 dan KW 411 masing-masing dengan frekuensi granula tannin 1,13 dan 1,11/mm2 ditemukan relatif sedikit lubang masuk larva,” jelasnya di hadapan dewan penguji saat ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Pertanian UGM, Rabu (21/4).
Dalam disertasinya yang berjudul “Studi Karakteristik Sifat Ketahanan Tanaman Kakao terhadap Hama Penggerek Buah Kakao”, Agung menyebutkan jaringan trikoma berperan menghambat terjadinya proses makan dan peletakan telur PBK (antixenosis). Sementara itu, granula tannin berperan dalam mekanisme antibiosis dalam lapisan mesokrap buah karena tannin merupakan senyawa toksin bagi sejumlah hama. Ekstrak tannin terbukti mampu menghambat pergerakan larva.
Ditambahkan oleh pria kelahiran Kulon Progo, 6 Desember 1971 ini, keragaan karakteristik sifat ketahanan PBK dipengaruhi oleh perkembangan umur buah. Tingkat kepadatan trikoma dan frekuensi granula tannin cenderung mengalami penurunan mengikuti pertambahan umur buah. Pola penurunan tersebut terlihat nyata terjadi pada KW 411 dan KW 514 untuk frekuensi granula tannin dan KW 411 untuk kepadatan trikoma saat umur buah 3,0-4,0 bulan.
Menurut suami Fadma Puspitasari , S.I.P. dan ayah Akmal Furqan Premudya serta Ardi Faqih Metarum ini, pola yang berbeda terjadi pada lignifikasi lapisan sklerotik yang semakin bertambah intensif dengan pertambahan umur buah. Pada klon yang bersifat tahan menunjukkan lignifikasi lapisan sklerotik lebih awal dibandingkan dengan klon yang bersifat agak tahan dan bersifat rentan. Intensitas lignifikasi yang lebih intensif dan struktur jaringan yang lebih kompak tampak sejak umur buah tiga bulan. “Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi optimal karakteristik ketahanan PBK terjadi saat buah masih muda saat umur 3-4 bulan,” terang pria yang dinyatakan meraih predikat cum laude ini. (Humas UGM/Ika)