Keberadaan hutan di wilayah Provinsi DIY dinilai masih kurang. Idealnya, luas hutan adalah sebesar 30% dari luas keseluruhan wilayah, sedangkan Provinsi DIY hanya memiliki sekitar 9% hutan pemerintah. Bila hutan rakyat dimasukkan dalam perhitungan, jumlah total hutan di Provinsi DIY mencapai sekitar 23% dari keseluruhan luas wilayah. Luas tersebut dinilai masih kurang sekitar 7%.
“Itu bisa diatasi dengan penggalakan penanaman pohon yang dilakukan masyarakat, hutan rakyat,” kata Satyawan Pudyatmoko, dosen Konservasi Sumber Daya Alam, Fakultas Kehutanan UGM, Selasa (1/12). Hal tersebut disampaikannya berkaitan dengan agenda Dies ke-46 Fakultas Kehutanan (FKT) UGM. Selain berfungsi menambah jumlah hutan, penanaman pohon oleh masyarakat sesungguhnya dapat mendukung industri kayu. Terlebih lagi pada beberapa waktu terakhir ini muncul 45 industri kayu baru berdiri sehingga permintaan kayu pun meningkat.
Penggalakan penanaman hutan juga dapat berfungsi mengurangi emisi karbon. Indonesia disinyalir menjadi negara penghasil emisi karbon terbesar setelah Amerika dan China. Hal ini membuat Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berjanji kepada dunia akan mengurangi emisi karbon Indonesia hingga 26% sampai tahun 2020. “Kami berharap peta (road map) pengurangan karbon ini segera jelas,” tambah Satyawan. Sementara untuk pertemuan perubahan iklim sedianya dilakukan di Copenhagen, 7–12 Desember 2009 mendatang.
Di lain pihak, guna memperkuat implementasi di tingkat nasional, UGM akan mempertemukan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan, Senin (7/12). Kedua kementerian ini diharapkan menjadi ujung tombak pengurangan emisi karbon di Indonesia. “Kita ambil inisiatif agar keduanya duduk bersama membahas peta (pengurangan emisi karbon) di Indonesia,” kata Dr. Ir. Sri Nugroho Marsoem, M.Sc., salah seorang penanggung jawab reuni dan pertemuan kedua menteri tersebut.
Selain membicarakan peta pengurangan emisi karbon secara nasional, pertemuan diharapkan sebagai ajang kampanye penanaman pohon skala perorangan. Marsoem menyampaikan selain mengurangi emisi karbon, menanam pohon juga dapat menambah nilai ekonomi. Lebih detail dicontohkan, pohon sengon bisa dipanen setiap lima tahun dengan harga satuan pohon mencapai 900 ribu rupiah. Selama rentang waktu penanaman, daun sengon dapat digunakan sebagai sumber makanan hewan peliharaan. Terlebih pada bulan Juli–Agustus, saat awal musim kemarau, sengon yang berdaun bisa dimanfaatkan peternak untuk mengatasi kelangkaan makanan hijauan ternak.
Adapun nilai tambah secara industri, kayu limbah dapat digunakan untuk industri lain, semisal limbah kayu digunakan untuk bahan bakar industri batu bata dan genteng. “Penggunaan kayu limbah industri bagi industri lain mengurangi potensi penebangan kayu hutan,” ujar Marsoem. Sementara itu, dampak secara iklim, semakin banyak pohon di lingkungan rumah, ancaman puting beliung semakin kecil. Pasalnya, pohon dapat mengurangi tingkat perbedaan suhu antarwilayah. Perbedaan suhu ekstrim bisa memicu puting beliung.
Terkait dengan agenda agenda Dies ke-46 FKT UGM, pada hari Minggu, 6 Desember 2009 akan diadakan jalan santai keliling UGM dan pertemuan konsolidasi alumni yang menampilkan sambutan Prof. Soekotjo atas penobatan penerima HB IX Award. Sebagaimana telah disebutkan, pada 7 Desember 2009 akan diselenggarakan acara puncak Dies Fakultas Kehutanan yang akan mempertemukan Menteri Kehutanan dan Meneg Lingkungan Hidup RI. (Humas UGM)