Glaukoma menjadi penyebab kebutaan kedua di Indonesia sesudah katarak. Pada umumnya, glaukoma muncul pada usia 40 tahun ke atas. Hingga kini, 70 persen penderita glaukoma di DIY terlambat melakukan pengobatan sehingga sulit untuk kembali normal. ”70 persen datang terlambat dalam pengobatan karena selama ini merasa tidak menderita. Setelah diperiksa, kemampuan penglihatan tinggal 30 persen,” kata Ketua Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) DIY, Prof. Dr. Suhardjo, S.U., Sp.M(K).
Pernyataan tersebut disampaikan Suhardjo dalam Seminar “Mari Hindari Kebutaan Permanen karena Glaukoma”. Seminar yang merupakan hasil kerja sama Yayasan Glaukoma Indonesia, Perdami, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berlangsung Senin (15/3) di Grha Sabha Pramana.
Dikatakan Suhardjo bahwa berdasarkan hasil survei di beberapa rumah sakit di DIY, ditemukan sekitar 0,1 hingga 0,2 persen penduduk DIY mengalami penyakit glaukoma. Kebanyakan pasien yang datang mendekati kebutaan. Padahal, dalam pengobatan operasi glaukoma tidak serta-merta kembali normal seperti semula. Untuk itu, kegiatan sosialisasi kini gencar dilakukan di tengah masyarakat.
“Setiap periksa general check up seharusnya tidak hanya diperiksa tekanan darahnya saja, tapi tekanan bola matanya karena tekanan cairan yang tidak seimbang memiliki risiko,” jelas Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) UGM ini.
Dokter spesialis mata FK UGM, dr. Retno Ekantini, Sp.M, M.Kes., menyatakan faktor risiko glaukoma terjadi dengan semakin meningkatnya umur. Orang yang berumur 40 tahun ke atas memiliki risiko 1 persen dan 2 persen pada usia 65 tahun ke atas. Glaukoma terjadi akibat kerusakan saraf mata yang disebabkan oleh tekanan bola mata yang tinggi. “Cairan mata yang tidak seimbang menyebabkan tekanan bola mata jadi tinggi sehingga saraf mata terdesak. Tujuan dari pengobatan, memberhentikan tingkat kerusakan tersebut,” terangnya.
Retno menyarankan pasien melakukan kontrol setidaknya 3 tahun sekali bila tidak ditemukan gejala kemunduran penglihatan. Kontrol setahun sekali wajib dilakukan bila memiliki keluarga yang menderita glaukoma, konsumsi obat steroid, penderita diabetes, hipertensi, pernah mengalami trauma mata, miop, dan hipermetrop tinggi.
Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (WRS P3M) UGM, Prof. Dr. Retno S. Sudibyo, M.Sc., Apt., menyambut baik usul Ketua Perdami DIY agar general check up bagi dosen, karyawan, dan mahasiswa UGM juga meliputi pemeriksaan tekanan bola mata untuk mencegah glaukoma.
Ditambahkan WRS P3M, Pimpinan Universitas menyambut baik sosialisasi kesehatan yang dilakukan di kalangan dosen dan karyawan karena menurutnya informasi yang didapat tentang glaukoma masih minim. “Belum banyak yang menyadari tentang penyakit ini. Tidak banyak yang tahu glaukoma ini apa penyebabnya dan mencegahnya jangan sampai terjadi kebutaan. Sosialisasi ini sangat diperlukan,” tuturnya.
Usai mengikuti ceramah, peserta seminar yang terdiri atas tenaga pendidik dan kependidikan juga diberi kesempatan untuk memeriksakan kesehatan matanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)