Pada tahun 2009, angka cakupan penemuan kasus TB mencapai 71% dan angka keberhasilan pengobatan mencapai 90%. Angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan dengan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan hasil cukup baik.
Meskipun demikian, tantangan masalah TB ke depan masih besar, terutama dengan adanya tantangan baru berupa perkembangan epidemi ganda TB-HIV dan merebaknya kasus resistensi terhadap obat anti tuberkuloisis (Multi Drugs Resistant –MDR-TB). Oleh karena itu, perlu informasi dari penderita TB tentang pernah atau tidaknya mereka mendapat pengobatan TB sebelumnya.“Inilah yang belum diperhatikan dan sering dilupakan oleh rumah sakit, apakah penderita TB sebelumnya pernah mendapat pengobatan? Kelihatannya sepele, tapi menentukan,” kata peneliti Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Adi Utarini M.Sc., M.P.H., Ph.D. dalam Diskusi Ilmiah Inovasi Percepatan Pengendalian TB di DIY, Kamis (1/4), di Aula Dinas Kesehatan Provinsi DIY.
Disampaikan Adi Utarini, peran puskesmas, rumah sakit, dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) masih sangat penting dalam program pengendalian TB dan telah mencapai beberapa kemajuan. Salah satu inovasi yang dilakukan di DIY adalah mempererat jejaring internal di rumah sakit, terutama pelayanan rawap inap dengan unit lainnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, drg. Daryanto, B.Sc., M.Kes., mengemukakan strategi Dinas Kesehatan Provinsi DIY dalam penanganan penderita TB adalah dengan program Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Program ini dilakukan dengan memperkuat jejaring di lapangan bekerja sama dengan berbagai pihak, yakni Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), PKK, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). “Upaya memperkuat jejaring ini ditujukan agar penderita TB terdeteksi dengan baik sehingga diharapkan target-target penemuan kasus baru TB bisa semakin tahun semakin meningkat,” katanya. Selain itu, telah dilakukan pula upaya melalui program DOTS yang wajib dilaksanakan di seluruh puskesmas, meliputi 120 puskesmas dan 29 rumah sakit di Provinsi DIY.
Ketua Bidang II Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DIY, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., mengatakan DIY sesungguhnya telah banyak mengembangkan berbagai inovasi pengendalian TB, antara lain, pelibatan rumah sakit dan praktisi swasta dalam strategi DOTS, pengendalian terpadu TB-HIV, dan uji lapangan teknologi diagnosis baru untuk TB. Fakultas Kedokteran UGM juga telah bekerja sama dengan dinas kesehatan dan donor-donor asing sejak tahun 2007 serta mengembangkan pusat pelatihan TB se-Asia. “Banyak harapan bahwa akan muncul inovasi-inovasi lebih lanjut untuk pengendalian TB di DIY dan untuk pembelajaran pengendalian TB di provinsi lain di Indonesia maupun di negara-negara lain” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)