Yogya (KU) – Kebijakan privatisasi BUMN diharapkan mampu mendorong pelaksanaan dan perwujudan demokrasi ekonomi di Indonesia sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, privatisasi mampu meningkatkan nilai perusahaan. Kendati demikian, dampak privatisasi BUMN terhadap kesejahteraan rakyat belum optimal. Hal tersebut disebabkan oleh dorongan privatisasi BUMN di Indonesia yang lebih mengedepankan kebutuhan untuk memenuhi defisit APBN dibandingkan dengan kepentingan korporasi.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh mantan Menteri Negara BUMN 2004-2007, Dr. Sugiharto, M.B.A., dalam Seminar dan Bedah Buku "Kebijakan Privatisasi BUMN: Apresiasi untuk Alm. Prof. Dr, Mas’ud Machfoed, M.B.A., Ak.", yang digelar di Magister Sains dan Doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Sabtu (1/5).
Belum optimalnya privatisasi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, menurut Sugiharto, diindikasikan oleh terdapatnya kenaikan tingkat pengangguran setelah adanya privatisasi. Terkait dengan permasalahan tersebut, ia mengusulkan peningkatan program kemitraan yang dilakukan oleh BUMN untuk memberikan kesempatan berusaha dan bekerja melalui dana kemitraan dan bina lingkungan atau corporate social responsilibility BUMN.
Lulusan doktor Sekolah Pascasarjana UGM ini mengakui terdapat peningkatan kontribusi BUMN pada negara sebelum dan sesudah privatisasi, yakni berupa peningkatan setoran pajak, dividen, dan investasi. Meskipun demikian, privatisasi BUMN di Indonesia masih kurang variatif dan hanya mengenal satu metode saja, yaitu melalui penjualan saham pada perusahan negara. Padahal, dalam privatisasi yang berlaku di dunia, selain melalui penjualan saham, juga dapat ditempuh melalui kerja sama operasi (KSO), joint venture, dan kontrak manajemen. “Perlu dilakukan penataan ulang BUMN untuk lebih efisien dan efektif yang harus dikelompokkan dalam lima kategori stand alone, merger atau konsolidasi, holding, divestasi, dan likuidasi,” tambahnya. Sugiharto sependapat bahwa privatisasi tetap ditempatkan sebagai strategi dalam rangka transformasi BUMN. Privatisasi sebetulnya adalah aksi korporasi untuk lebih meningkatkan efisiensi, memangkas birokrasi, meningkatkan kinerja dan inovasi, serta kemampuan untuk berkompetisi.
Sementara itu, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Dr. Dewi Hanggraeni, S.E., M.B.A., mengemukakan privatisasi BUMN pada industri yang kebijakannya masih didominasi oleh pemerintah cenderung tidak berdampak positif pada kinerja perusahaan. Menurutnya, sebelum melakukan privatisasi BUMN, pemerintah seharusnya perlu memastikan bahwa BUMN memiliki tata kelola perusahaan yang baik sehingga pada saat diprivatisasi akan menghasilkan pendapatan yang optimal bagi pemerintah dengan tingginya harga jual saham di pasar perdana. (Humas UGM/Gusti Grehenson)