Yogya (KU) – Pemodelan spasial melalui pengolahan citra satelit, khususnya dengan analisis hillshade, dapat dijadikan model untuk menggali potensi penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP). Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan citra satelit di kelurahan se-Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, diketahui bahwa potensi PPh OP yang belum tergali sebesar lebih kurang empat kali lipat dari total penghasilan yang tercatat dalam basis data.
“Penerimaan pajak penghasilan dapat ditingkatkan hingga tiga kali lipat dari penerimaan pajak penghasilan orang pribadi saat ini,” kata Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur III, Suharno, S.H., M.P.M., dalam ujian terbuka promosi doktor Program Studi Ilmu Geografi di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (8/5).
Menurut Suharno, jumlah penghasilan pribadi yang tercatat sebagai wajib pajak saat ini masih relatif rendah, yakni sekitar 3.380. Hal ini disebabkan jumlah wajib pajak yang belum optimal karena belum terungkapnya semua potensi penghasilan yang seharusnya dilaporkan. Berdasarkan analisis dengan citra satelit, diketahui terdapat 13.485 jumlah wajib pajak. Pencitraan tersebut berdasarkan hasil pengukuran ketinggian bangunan melalui analisis hillshade yang mencerminkan ketinggian bangunan sebenarnya di lapangan. “Hasil taksiran ketinggian bangunan dari tiap objek yang ditaksir kemudian dibagi dengan rerata ketinggian bangunan dari tiap objek, sedangkan untuk memperoleh taksiran luas bagunan tiap objek, maka dihitung dari jumlah lantai dengan luas lantai dasar tiap objek dari pengidentifikasian terhadap peta digital bangunan yang diolah dari citra,” katanya.
Ditambahkannya bahwa luas bangunan yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mendapatkan indikasi pengeluaran konsumsi dasar terkait dengan penggunaan bangunan yang diduga, yaitu untuk kebutuhan listrik, air dan telepon. Berdasarkan hasil pemodelan spasial, diperoleh estimasi potensi nominal penghasilan sebesar Rp812,63 miliar dan potensi pajak penghasilan pribadi sebesar Rp69,44 miliar, sedangkan yang baru digali melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah sebesar Rp15,66 miliar atau 22,55 persen untuk PPh. “Keadaan ini menunjukkan adanya potensial kerugian yang cukup besar, Rp53,78 miliar, karena jumlah penerimaan pajak penghasilan hanya 22,55 persen dari potensi penerimaan yang dapat diperoleh,” terang pria kelahiran Trenggalek, 21 Juli 1953 ini.
Dalam mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji yang dipimpin oleh Prof. Dr. Suratman, M.Sc., Suharno menegaskan diperlukan program kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi di lingkungan kantor pajak berdasarkan hasil pemodelan spasial dan pemodelan ekonomi untuk penjaring wajib pajak PPh OP baru. Melalui program ini, potensi penerimaan pajak diharapkan dapat menambah penerimaan pajak penghasilan negara. (Humas UGM/Gusti Grehenson)