• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • 80 Persen Petani di Jawa Tidak Punya Lahan

80 Persen Petani di Jawa Tidak Punya Lahan

  • 20 Januari 2012, 16:52 WIB
  • Oleh: Gusti
  • 6697
80 Persen Petani di Jawa Tidak Punya Lahan

YOGYAKARTA – Sekitar 70 persen masyarakat miskin di seluruh dunia berada di pedesaan. Dan sekitar 80 persen diantaranya bekerja di sektor pertanian, padahal akses lahan untuk pertanian semakin sempit. Akibatnya, pemuda yang berumur 15-24 tahun yang menjadi pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Oleh karena itu, kebijakan penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian perlu dipikirkan oleh pemerintah. Salah satunya pemberian akses kepemilikan lahan. Demikian yang disampaikan oleh sosiolog pedesaan asal Belanda Prof. Ben White, Ph.D dalam kuliah umum ‘Rural, Youth and Future Farming’ di Fisipol UGM, Jumat (20/1).

Guru besar emeritus dari Institutes of Social Studies, Denhaag, Belanda, yang sejak tahun 70-an sudah melakukan penelitian pedesaan di Indonesia ini mengatakan masa depan pertanian semakin terancam dengan berkurangnya minat pemuda untuk menjadi petani. Apalagi dalam pendidikan di sekolah para remaja tidak diajarkan untuk jadi petani. “Anak yang membantu orangtuanya bertani setelah atau sebelum sekolah dianggap tidak baik. Saya kira kesalahan pemikiran yang selama ini selalu mengadopsi konsep dari barat,” katanya.

Dia mengatakan, jika pemerintah menginginkan pemuda untuk banyak menciptakan lapangan kerja harus diikuti pemberian kesempatan kerja oleh pemerintah. Karena untuk menciptakan lapangan kerja baru, paling tidak pemuda harus menjadi karyawan selama puluhan tahun untuk menimba pengalaman agar bisa mendirikan usaha di kemudian hari. Oleh karena itu, pemuda yang belajar dan membantu orang tunya bertani dirasakan sangat bermanfaat. Namun yang terjadi kemudian, tidak mudah bagi anak-anak untuk menggarap langsung.

Berdasarkan penelitiannya di lapangan, Ben White melihat pertanian saat ini lebih banyak dikuasai oleh generasi tua. Sementara generasi muda sulit untuk mendapatkan lahan pertanian. Para pemuda pun setidaknya harus menunggu jika ada pembagian tanah dari orang tuanya atau menunggu hingga orang tuanya tiada. “Paling tidak harus menunggu 30-40 tahun untuk jadi petani,” katanya.

Namun yang lebih menyedihkan, kata Ben White, pertanian sudah tidak menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan, sehinga banyak petani memilih menjual lahannya. “Sekitar 80 persen petani di Jawa tidak punya lahan lagi karena sudah dijual,” katanya.

Menurutnya perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk memikirkan problem ini. Paling tidak memberikan akses lahan bagi pemuda. “Kulon Progo, di masa lalu, pemuda yang masih penganggur cukup datang ke kepala desa untuk minta lahan agar bisa digarap,” katanya.

Dia berpendapat, kesempatan pengembangan pertanian skala kecil untuk pemuda sangat membantu untuk mengentaskan persoalan kemiskinan namun harus diikuti dengan akses kepemilikan lahan yang diberikan oleh negara. Disamping itu, pertanian skala kecil juga mendukung pelestarian bumi ketimbang pertanian dengan skala besar yang lebih banyak merusak hutan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Berita Terkait

  • Mary Astuti : Petani Kedelai Sudah Lama Ditelantarkan, Saatnya Diperhatikan

    Wednesday,16 January 2008 - 16:54
  • Lahan Gambut Berperan dalam Mengurangi Pemanasan Global

    Monday,27 August 2007 - 12:27
  • Penghasilan Petani Imogiri Bantul di bawah UMK

    Friday,17 March 2017 - 15:13
  • Petani Berumur Tua Cenderung Sadar Konservasi

    Monday,06 April 2015 - 8:45
  • Hanya 30 Persen Petani Jadi Anggota Kelompok Tani

    Thursday,10 December 2015 - 15:23

Rilis Berita

  • RSA UGM Terima Penghargaan PPKM Award dari Menkes 02 June 2023
    Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM terus berkomitmen tinggi dalam memberikan pelayanan kesehatan
    Gusti
  • Universitas Gadjah Mada di Top 50 Dunia pada THE Impact Rankings 2023 01 June 2023
    Universitas Gadjah Mada (UGM) masuk dalam jajaran 50 perguruan tinggi terbaik dunia yang memberik
    Satria
  • Minim, Pemda Yang Mampu Susun RPPLH Sesuai Target 01 June 2023
    Percepatan industri telah menghasilkan berbagai dampak lingkungan. Salah satu isu yang banyak dip
    Satria
  • Rektor UGM: Hari Lahir Pancasila Jadi Momentum Refleksikan Nilai Luhur Pancasila 01 June 2023
    UGM melaksanakan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis (1/6) di halaman Balairung UGM. U
    Ika
  • Berharap Pemilu Aman Tanpa Residu Polarisasi dan Konflik Sosial 31 May 2023
    Keinginan presiden memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan
    Agung

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
  • 06Sep The 5th International Conference on Bioinformatics, Biotechnology, and Biomedical Engineering (BioMIC) 2023...
  • 02Oct Conference of Critical Island Studies...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual