Bantul (KU) – Bagi kalangan ibu rumah tangga, bekas bungkus deterjen dan saset minuman kemasan setelah habis dipakai biasanya dibuang di tempat sampah atau dibakar di belakang rumah. Karena sudah tidak dimanfaatkan lagi, sampah-sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang ini jelas mengotori lingkungan rumah bila tidak dimusnahkan.
Kini, sampah plastik ternyata tidak lagi menjadi barang kotor dan menjijikkan. Di Desa Canden dan Sumberagung, Jetis, Bantul, sampah rumah tangga ini telah diolah menjadi produk yang bermanfaat. Siapa sangka, dari sampah bekas bungkusan minuman ternyata dapat dibuat menjadi produk yang menarik, seperti aneka macam tas dan gantungan kunci. “Berbeda dari tas yang dijual di pasaran, tas dari bekas sampah plastik ini tidak akan basah jika terkena hujan,” kata Suripto, S.H., M.Si., sedikit berpromosi. Suripto adalah Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (Kabid KSPK) BKKBN DIY yang biasa memberikan penyuluhan bagi kelompok UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera).
Kebetulan, Rabu (26/5) sore itu di Balai Desa Sumberagung, ratusan ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok UPPKS diundang mengikuti pelatihan dan penyuluhan pemanfaatan sampah untuk dijadikan produk bernilai guna. Kegiatan ini difasilitasi oleh mahasiswa KKN PPM UGM Unit Bantul bekerja sama dengan BKKBN DIY.
Selain mendapat pelatihan, ibu-ibu dari kalangan keluarga prasejahtera tersebut juga mendapat pengarahan cara mendapatkan informasi terhadap akses modal usaha melalui kelompok UPPKS yang sudah mereka bentuk sebelumnya.
Suripto menjelaskan kelompok UPPKS memang sengaja didorong terus mendapat penyuluhan dan pengarahan untuk berwirausaha dengan membuat usaha kecil. “Kelompok-kelompok ini terus mendapat pembinaan dan pendampingan agar tidak berhenti di tengah jalan,” katanya.
Sumarni (50), Ketua Kelompok UPPKS Bunga Dahlia dari Desa Sumberagung, menyambut baik kegiatan pelatihan dan penyuluhan bagi kelompok UPPKS. Kegiatan seperti ini memberikan inspirasi bagi kelompoknya untuk mengembangkan berbagai jenis usaha yang layak dikembangkan. Sebelumnya, kelompoknya hanya mengembangkan produk anyaman bambu. “Paling tidak, tahu lah, lembaga mana aja yang bisa membantu usaha kita. Soalnya usaha kita masih kurang modal, mas,” kata perempuan kelahiran Bantul, 5 November 1960, yang sudah memiliki 20 anggota di kelompok yang dipimpinnya.
Berbeda dengan Tukiyem (45). Dia mengatakan kelompoknya memiliki jenis usaha keripik tempe. Namun, disebabkan selama ini jarang mendapat pendampingan dan pembinaan, kegiatan usaha yang sudah dirintis akhirnya mandeg karena mengalami kesulitan di bidang pemasaran.
Koordinator mahasiswa KKN PPM UGM Unit Bantul, Rusito, mengakui banyak kelompok UPPKS di Desa Canden dan Sumberagung yang mengalami kendala dalam pengembangan usahanya. Selain keterbatasan akses modal, mereka juga mengalami keterbatasan dalam hal pemasaran. “Program penyuluhan dan pendampingan ini untuk saling tukar informasi antara BKKBN dengan kelompok UPPKS. Kita juga mengundang wirausahawan sukses agar bisa memotivasi mereka melanjutkan usahanya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)