Pemerintah saat ini tengah memperkuat ekonomi industri digital dengan mendorong anak muda di usia produktif untuk terjun ke dalam bisnis digital. Salah satu program yang dihasilkan itu adalah Gerakan 1.000 perusahaan rintisan (Startup) yang nantinya diharapkan bisa mengurangi kesenjangan ekonomi dan angka gini ratio. Hal itu ditegaskan oleh Kepala Seksi Penerapan Pemberdayaan Teknologi dan Infrastruktur Informatika, Kementerian Kominfo, Sony Hendra Sudaryana, ST., M.MT., saat menghadiri seminar dan workshop Networking Gerakan 1.000 startup Digital di Asrama Dharma Putera Baciro, Yogyakarta, Sabtu (19/5).
Melalui hadirnya startup baru ini, katanya, diharapkan akan memberikan 3 model bisnis tersebut sehingga ada pemerataan ekonomi, inklusi keuangan dan digitalisasi sektor pekerjaan. “Kita berharap dari para startup yang terus tumbuh berkembang ini dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya untuk menghindari konflik sosial yang kerap terjadi,” paparnya.
Henry menuturkan dengan adanya ketidaksetaraan ekonomi yang terjadi di Indonesia, tercermin dalam kepemilikan harta 4 orang terkaya di Indonesia yang setara dengan 100 juta orang di Indonesia. “Permasalahan Indonesia adalah gap antara kaya dan miskin yang sangat jauh, serta distribusi kekayaan yang tidak merata,” katanya.
Dampak dari adanya gap yang terlalu jauh antara yang miskin dan kaya menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat, seperti terorisme dan radikalisme. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan usaha menaikkan derajat kesejahteraan ekonomi keluarag miskin.
Ia menyebutkan beberapa perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi digital sudah berkembang pesat diantaranya Gojek melalui sharing ekonomi dan digitalisasi tenaga kerja. “Sekarang orang mendapatkan penghasilan melalui teknologi, selain itu melalui Gojek juga telah mengurangi tingkat pengangguran dan rata-rata pendapatan driver maupun UMKM naik,” katanya.
Selain Gojek, Henry juga menyebutkan perusahaan lain, seperti Tokopedia dan beberapa UMKM Online. “Kita bersama-sama menyelesaikan bagaimana meningkatkan penghasilan UMKM melalui penjualan online,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder Prism, Fachry Bafadal, saat memberikan mentoring kepada peserta mahasiswa calon startup mengutarakan pada pendiri sebuah perusahaan rintisan agar tidak pernah menyerah dengan keadaan, “Jangan pernah menyalahkan keadaan karena hal tersebut bisa jadi pelajaran dari perjalanan kita,” katanya.
Ia menyarankan agar para pendiri startup untuk tidak selalu megutamakan ego dalam pengembangan sebuah produk dan platform, namun selalu melakukan inovasi sesuai dengan tuntutan pasar. ”Ego bisa membuat produk kita mati ketika kita tidak mendengar permintaan pasar. Setiap melakukan sebuah kesalahan harus dirayakan, jangan diungkit,” katanya.
Sebastian Alex Dharmawangsa, salah satu pegiat startup Horticulturist jebolan Innovative Academy UGM, mengatakan langkah awal dalam pengembangan bisnis digital dengan memperkuat kerja sama antar anggota tim. Faktanya, kata Alex, sekitar 65% tim startup tidak bisa berkembang karena memiliki masalah internal tim dan tidak mengetahui dengan jelas peran dan tugas masing-masing anggota tim. ”Penting untuk mengetahui karakter dan jobdesk anggota agar tercipta tim yang efektif,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)